Search

Loading

Kamis, 23 Juni 2011

Akhir yang Indah dari Sebuah Kisah

“Tommy”, untuk kesekian kalinya nama itu mengusik pikiran Shinta dan selalu menyita perhatiannya. Di matanya sosok Tommy begitu sempurna, sesosok lelaki idaman yang sangat diimpikan Shinta. Baginya Tommy sangat baik, tampan, romantis, dan seorang gitaris dari sebuah band yang terkenal di kotanya, semua yang tampak pada Tommy merupakan tipe lelaki idaman Shinta. Tapi kali ini begitu berbeda, memikirkan dan mengingat nama Tommy dadanya begitu sakit seperti ribuan belati  menghujami jantungnya. Dia begitu benci dengan Tommy,  tapi walaupun berusaha sekuat tenaga untuk melupakan Tommy, usahanya itu selalu gagal, nama Tommy telah terlukis di lubuk hatinya terdalam. Dia tidak bisa melupakan lelaki tampan itu.
            Sudah tiga hari ini nafsu makan Shinta hilang dan jika malam datang, Shinta begitu sulit memejamkan mata, karena setiap matanya tertutup, bayangan Tommy selalu hadir. Dia selalu memikirkan Tommy yang telah menjadi milik orang lain. Karena cinta Shinta pada Tommy begitu besar dan Tommy adalah cinta pertama baginya.
            ”Tommy,, kenapa harus dia yang kamu sayangi? Mengapa bukan aku? Mengapa harus dia yang menjadi pacarmu? Mengapa?”, pertanyaan itu selalu berkecamuk di benak Shinta. Shinta merasakan hatinya hancur berkeping-keping, melihat leleki pujaan hatinya bermesraan dengan orang lain, orang yang begitu dekat dengannya, sahabatnya ”Reni”.
***
 
”Heyy!!! Ciee yang baru jadian... Selamat yah”, Shinta menyapa sahabatnya yang duduk bermesraan dengan Tommy.
”Eeeh Shinta, sini gabung sama kami”, ajak Reni.
”Nggak usah Ren, Ku lagi buru-buru”, katanya sambil berlalu menuju ruang kelas. Shinta yang begitu shock melihat Tommy berduaan dengan Reni berusaha menahan air matanya, tapi setibanya di kelas Shinta tidak dapat lagi membendung air matanya. Semuanya tumpah dan Shinta menangis di sudut kelas. Tiba-tiba ada yang menghampiri Shinta.
”Shin,, kenapa? Ada apa? Kok nangis? Ada masalah apa? Kalau ada masalah cerita dong sama aku”, Shinta dihujami pertanyaan oleh Chacha teman sebangkunya yang kelihatan cemas melihat Shinta tiba-tiba menangis.
”Nggak apa-apa kok Cha, aku cuma sedih aja. Kamu nggak usah cemasin aku. Aku nggak apa-apa kok!! Beneran.”, jawab Shinta tersedu-sedu.
”Ya udah, udahan dong nangisnya Shin, malu tuh dilihatin teman-teman. Jangan nangis terus, ntar habis lho air matanya”, Kata Chacha menghibur Shinta. Akhirnya beberapa saat kemudian Shinta mulai tenang dan tangisnya pun berhenti, tapi matanya masih sembab.
”Teng... teng..!!” bel masuk berbunyi, Reni sahabat Shinta bergandengan tangan dengan Tommy menuju ruang kelas karena kelas mereka bersebelahan.
”Pagi semua, Good morning!!”, Reni masuk ke ruang kelas dengan sangat cerianya, sampai-sampai dia tidak melihat gurat kesedihan di wajah sahabatnya dan langsung menuju tempat duduknya tepat dibelakang Shinta.

”Anak-anak, buka buku paket kalian halaman 178!!” kata Bu Elis, guru biologi mereka. Shinta tidak bisa berkonsentrasi belajar, walaupun biologi adalah pelajaran kegemarannya. Di benaknya hanya ada nama Tommy, Tommy dan Tommy. Sedangkan Reni bernyanyi-nyanyi kecil. ”Jatuh cinta berjuta rasanya....bla..bla... bla....dan seterusnya” itulah lagu yang dinyanyikan Reni yang membuat Shinta semakin tidak konsentrasi belajar.
***
 
”Teng... teng..!!” Bel istirahat pun berbunyi, teman-teman sekelas Shinta berlarian menuju kantin. Hanya Shinta yang malas beranjak dari tempat duduknya.
”Shin, ke kantin yuck!! Aku yang traktir dech. Kamu boleh mesan apa yang kamu mau. Kan aku baru jadian, sekalian curhat nih..” Reni menarik tangan Shinta pertanda mengajak Shinta untuk segera pergi. Dengan terpaksa Shinta memenuhi ajakan sahabatnya itu, sahabat sejati yang telah lima tahun bersahabat dengannya. Sebenarnya mereka tiga sekawan, tapi sahabat mereka yang satu lagi ”Elfi” harus pergi meninggalkan mereka mengikuti orang tuanya yang pindah ke luar kota, dan Elfi yang paling tua dari mereka.
”Ren,, nggak ada Tommy kan? Males nih jadi orang ketiga...” kata Shinta untuk menutupi kesedihannya didepan sahabatnya.
”Nggak kok Shin,, ini khan acara kita berdua, acara dua orang sahabat, aku mau cerita ney gimana aku bisa jadian ma Tommy”, jawabnya.
”Ya udah kalau gitu”, jawab Shinta tersenyum tipis.
Mereka pun berjalan menuju kantin. Sesampainya di kantin, mereka mencari tempat yang nyaman. Reni memesan mie ayam sedangkan Shinta hanya memesan lemon tea.
”Shin, kok nggak mesan makanan? Biasanya kan kamu yang paling doyan makan, apalagi ditraktir kayak gini. He..he..”, canda Reni.
”Nggak Ren, aku udah sarapan tadi, jadi masih kenyang. Nggak apa-apa khan?”
”Nggak apa-apa kok. Santai aja.”
Dengan mata yang berbinar-binar, melebihi cahaya bintang di malam hari, Reni dengan penuh semangat menceritakan proses dia dan Tommy bisa jadian.
”Tau nggak Shin, ternyata Tommy tu dah lama suka ma aku dan ternyata Tommy tu romantis banget. Kemaren waktu nembak aku dia bacain puisi buatku dan tadi malam dia ciptain lagu buatku, nih lagunya” Reni memberikan handphonenya pada Shinta.
”Bagus ya lagunya, romantis banget” ujar Shinta, padahal hatinya begitu hancur. ”Andai saja aku yang jadi Reni, aku pasti bahagia banget” batin Shinta.
”Shin, kok melamun? Mikirin apa sih?” ujar Reni membuyarkan lamunan Shinta.
”Nggak mikirin apa-apa kok Ren. Senang deh liat sahabatku ney bahagia. Kalau kamu bahagia, ku pasti lebih bahagia dari kamu. Kita kan udah janji, kalau salah satu dari kita bahagia, yang lainnya juga ikut bahagia. Ingat khan Ren?”
”Masih dong... Harus!!”
”Oh ya, Fia udah dikasih tau? Aku yakin pasti kamu lupa khan?”
”Belum, ntar deh Ren telpon. Makasih ya dah ingetin Ren”
”Yuups.. Sama-sama. Itulah gunanya sahabat”
”Makasih banyak ya”, dan merekapun saling berangkulan.
Setelah puas bercerita panjang lebar, merekapun masuk ke kelas dan melanjutkan pelajaran mereka. Walau perasaan Shinta semakin hancur setelah mendengar cerita Reni.
”Uuuh, akhirnya pulang juga” gumam Shinta dalam hati. Tiga jam pelajaran sudah ia berkutat dengan pelajaran hitungan yang dirasanya membosankan ditambah lagi dengan hatinya yang hancur, jadinya pelajaran itu semakin membosankan baginya.
”Shin, maaf ya. Kali ini kita nggak bisa pulang bareng. Ku ada janji sama Tommy. Maaf ya Shin”, Reni memelas.
”Ya, nggak apa-apa. Aku bisa kok pulang sendiri”
“Makasih ya Shin”
***
 
Sesampainya di rumah Shinta langsung menuju kamarnya, tanpa mempedulikan sekelilingnya Shinta menangis sejadi-jadinya. Sambil memeluk guling kesayangannya, dia berteriak “Tommy kamu jahat!!! Jahat!!! Kenapa harus dia!!”. Saking tertekannya dia mengalunkan musik dengan judul “Andai saja” dari grup band “Anima” dengan sekeras-kerasnya. Untung saja kedua orang tuanya belum pulang dari kantor, kalau saja orang tuanya melihatnya seperti itu, pasti orang tuanya cemas.
Shinta mengambil buku hariannya, tempatnya biasa mencurahkan isi hatinya. Baginya diary adalah tempat untuk mencurahkan isi hatinya yang paling setia. Dan dia mulai menulis kata demi kata.


Dear diary,,
Deary, hatiku hancur melihat sahabatku jadian dengan Tommy, cowok yang udah lama aku kagumi. Hatiku begitu sakit melihat mereka jalan berduaan. Kenapa harus dia? Kenapa harus Reni yang menjadi pacarnya? Mengapa bukan aku? Mengapa dunia ini nggak adil? Aku kecewa dengan semua ini. Kenapa dulu aku tidak menceritakan isi hatiku pada Reni kalau aku mencintai Tommy? Sekarang sahabatku bahagia dengan Tommy. Aku nggak mungkin jujur padanya. Aku nggak mau merusak kebahagiaan sahabatku. Apa yang harus aku lakukan? Tolong aku....
            Mungkin karena kecapekan dan letih setelah berteriak-teriak Shinta tertidur dengan pulpen yang masih digenggamnya. Sementara itu lagu Andai Saja dari Anima masih mengalun dengan merdunya.
Andai saja kau masih sendiri....
              Ku akan jadi bagian hidupmu....
              Karna aku pun kini sendiri....
              Sendiri....
            Sepertinya lagu itu sangat cocok dengan suasana hati Shinta sekarang ini. Shinta sangat frustasi dengan semua ini. Ia ingin mencurahkan isi hatinya, tapi pada siapa? Shinta tak tau. Ia tidak mungkin menceritakannya pada Reni ataupun yang lainnya, karena Shinta tidak pernah terbuka pada siapapun. Walau dia periang tapi pribadinya sangat tertutup. Pernah terbesit di pikirannya untuk menceritakannya pada Elfi, tapi untuk saat ini dia tidak mau mengganggu Elfi yang sedang sibuk persiapan menghadapi Ujian Nasional.
***

            ”Shin,, Shinta.... bangun!!! Sudah pagi!!” teriak mamanya dari meja makan.
            Dengan tidak bersemangat Shinta beranjak dari tempat tidurnya menuju ke kamar mandi. Sehabis mandi dan berpakaian Shinta langsung berangkat ke sekolah.
            ”Shin,, sarapan dulu. Nanti kalau nggak sarapan, pusing lho di sekolah”
            ”Nggak ma, nanti aja di sekolah. Shinta buru-buru. Ma, Pa.. Shinta pergi dulu.. Assalamu’alaikum.” Shinta pun berlalu setelah berpamitan pada kedua orang tuanya.
            Pagi itu begitu cerah, tapi tak secerah hati Shinta. Matanya masih sembab karena menangis semalaman, menangisi cinta pertamanya yang telah kandas. Sebenarnya Shinta tidak ingin ke sekolah karena ia tidak mau melihat Reni bermesraan dengan Tommy, tapi ia tidak berani untuk bolos.
            Di sekolah Shinta kembali berpapasan dengan  Reni dan Tommy yang sedang berduaan. Tapi kali ini Shinta dapat menahan air matanya dan ia bertekad tidak akan menangis lagi karena cinta. Shinta berjanji dalam hati, ia akan melupakan Tommy dan membiarkan Reni dan Tommy bahagia. Sebuah keputusan yang sangat sulit dan menyakitkan baginya tapi itu harus dilakukannya karena dia tidak ingin melihat sahabatnya mengetahui hal itu dan membuat sahabatnya sedih, karena Shinta sangat menjunjung tinggi persahabatan. Dia akan membuka hatinya untuk lelaki lain yang mungkin sangat mencintainya dan bisa membahagiakannya.
            ”Shin”, tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya
            ”Eeh Ren, ngagetin aja. Baru datang ya?”
            ”Udah dari tadi kali. Kamu melamun aja sih? Mikirin apa? Ada masalah? Kenapa matanya bengkak? Habis nangis ya semalam? Cerita dong sama Reni”, Shinta diserang banyak pertanyaan oleh Reni.
            ”Iihh Reni, satu-satu dong pertanyaannya?” jawab Shinta
            ”Ya deh, kamu kenapa? Kok matanya bengkak?” tanya Reni
            ”Nggak ada apa-apa kok, perasaan Reni aja kali. Oh ya, gimana hubungannya sama Tommy? Makin mesra dong? He..he...” Shinta mencoba mengalihkan pembicaraan.
Merekapun larut dalam pembicaraan antara dua sahabat karib, tanpa mereka sadari sepasang mata terus mengawasi mereka sedari tadi. Sepasang mata indah itu milik David yang ternyata telah lama memendam perasaan pada Shinta tapi dia masih menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya pada Shinta dan saat itulah waktu yang menurutnya tepat.
            ”Hey Shin... Hey Reni... Boleh ganggu nggak???” tanya David yang tiba-tiba datang menghampiri mereka.
            ”Ada apa Vid? Nggak ganggu kok, tapi kayaknya aku yang ganggu dech. Kalian bicara berdua saja ya, aku ada urusan sedikit.” Kata Reni yang sepertinya paham dengan isi hati David.
             David mulai mengungkapkan isi hatinya pada Shinta, ”Deg” Shinta terkejut. Dia tidak menyangka kalau cewek yang selama ini disukai David dan sering diceritakan padanya itu adalah dirinya sendiri. Melihat ketulusan dan kesungguhan hati David, Shinta merasa begitu menyanyangi David, jauh berbeda dengan rasa yang dimilikinya pada Tommy. Dia sadar, ternyata dia hanya mengagumi sosok Tommy yang begitu mempesona. Ternyata itu hanya sebatas rasa kagum.
            Shinta merasa begitu bodoh, mengapa dia tidak kunjung peka dengan cerita-cerita yang sering diceritakan David padanya. Mengapa dia harus menunggu cinta yang tidak mungkin jadi miliknya. Mengapa dia tidak tahu bahwa ada orang yang mencintainya dengan setulus hati. ”Tapi biarlah, biarlah semua itu berlalu. Lebih baik mencintai orang yang benar-benar mencintaiku daripada harus memikirkan cinta yang semu. Sambutlah kebahagiaan yang datang. Lupakanlah masa lalu yang suram.” fikirnya dalam hati.
            Akhirnya tanpa fikir panjang Shinta menerima cinta David . Walau David tidak seganteng dan sekeren Tommy tapi David begitu baik dan sangat mencintai Shinta dengan setulus hati dan menerima Shinta apa adanya.
            ”Makasih ya Shin, Aku janji akan jadi yang terbaik untukmu. Karena aku begitu menyayangimu” Janji David pada Shinta.
            ”Makasih juga David, hmm.. ku juga sayang padamu”
***

            ”Hmmm, sedang apa kalian!! Hehe.. Selamat yah yang baru jadian.”  kata Tommy mengagetkan mereka. Ternyata Reni dan Tommy menguping pembicaraan mereka dari tadi.
            ”Nanti kita pulang bareng ya, kita makan-makan dulu. Kalian mau nggak?” Ajak David.
            ”Mau dong!!” jawab Reni dan Tommy serentak.
            ”Uuh dasar!! Kalian kalau makan nomor satu.” Shinta berkata dengan wajah yang bersemu merah.
            Akhirnya Shinta menemukan cinta sejatinya yang ternyata bukan Tommy dan dia tidak merasa bersalah lagi dengan Reni dan bersahabat lagi tanpa ada rasa yang mengganjal di hatinya. Setiap pulang sekolah mereka selalu pulang berempat, bahkan pergi nonton ke bioskop mereka juga berempat. Dan Shinta merasakan indahnya cinta dan persahabatan, yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
”Terima kasih cinta, terima kasih sahabat. Kalian selalu membuatku bahagia. Terima kasih. Tetaplah menjadi cinta dan sahabatku”, batinnya saat melihat David, Reni dan Tommy asyik bercanda bersama. Cinta memang aneh...
***
  

Tidak ada komentar: